Translate

Selasa, 07 Februari 2017

WISATA OTO-LOVERS KE LIUZHOU DAN GUANGZHOU CHINA


     Setiap negara pasti memiliki ciri khas tersendiri. Mulai daerah wisata sampai dengan keadaan lalu lintasnya. Kali ini kita akan  jalan-jalan ke kota Liuzhou dan Guangzhou di China Tiongkok.
    Untuk kondisi lalu lintas kondisi yang paling mencolok yakni posisi kemudi. Setir di sini ada di sebelah kiri sedangkan di Indonesia di sebelah kanan. Selain itu disaat berada di jalanan lebih banyak brand mobil lokal dibanding merek luar negeri China Tiongkok. Nah ini bedanya di Indonesia semuanya mobil brand Luar negeri.
   Bukan itu saja, kami sempat juga merasakan moda transportasi umum yaitu kereta cepat yang konon kabarnya akan dihadirkan di Indonesia untuk melayani jalur Jakarta-Bandung dan sebaliknya. Naik dari selatan Guangzhou menuju Liuzhou yang berjarak 610 kilometer, ditempuh dengan waktu sekitar 4 jam 10 menit dengan kecepatan mencapai 200 km/jam, konon dapat lebih cepat lagi tapi karena dibatasi jadi cukup diangka tersebut. Dapat dibayangkan Jakarta-Bandung mungkin dapat ditempuh hanya 1 jam perjalanan saja. Pasti akan mengurangi kemacetan tol Prabalenyi ketika akhir pekan ya.

Inilah kereta peluru (karena kecepatannya seperti peluru) atau bullet train sebagai alat transportasi.

Bagian dalamnya termasuk nyaman, terutama ruang kaki. Maklum karena perjalanan cukup lama. 

Selain itu terdapat juga meja guna menyimpan makanan dan minuman.

Terdapat display kecepatan yang diraih oleh kereta tersebut. Jika malam hari, sangat jarang menyentuh angka 200 km/jam. Namun di siang hari justru sangat jarang berada di bawah 205 km/jam bahkan sampai 300 km/jam, tapi  di Indonesia sangat bahaya kalau relnya tidak berpagar seperti di USA , bisa nabrak kerbau dan lain lain yang suka mainan, juga anak-anak SMP yang suka photo selfi di rel. 

Sepanjang 610 km tersebut kereta berhenti di 7 stasiun yang dilewatinya. Harga tiketnya 108,5 yuan atau setara dengan Rp 379.000.





Taman nasional Liuzhou, awalnya berasal dari gunung batu. Namun oleh pemerintah kota dibelah dan dijadikan tempat wisata. Ditambahkan juga danau yang cukup luas dan diberi nama mirror lake. Masuk taman ini tidak perlu bayar nggak seperti di Indonesia sedikit-sedikit bayar. Jika ingn jalan-jalan mengitari gunung sudah disediakan jalan setapak dan tangga.


Selain danau ada klenteng untuk berdoa yang nggak berdoa bisa ambil photo selfi karena klentengnya pasti berbeda dengan yang di Indonesia dan juga aman dari pada selfi di jalur lintasan kereta api.


Masjid tertua di Guangzhou, sangat terawat dan fenomenal, teman-teman yang beragama Islam dapat sholat di sini.


Pada setiap mobil baru, pada kaca jendelnya selalu ditempeli kertas yang berupa informasi konsumsi bahan bakar. Berisi tentang konsumsi dalam kota, rata-rata dan juga konstan. Data diambil dengan menggunakan bahan bakar yang disyaratkan serta sesuai kemampuan mesin.


Kondisi lalu lintas di Lizhou sebenarnya sama berantakannya dengan Jakarta dan kota besar lainnya di Indonesia. Terlihat motor berada jauh didepan garis zebra cros. Sikap enggan memberi jalan pada kendaraan lain juga sering terlihat. Juga memotong kendaraan lain disini sudah biasa mirip di jalur pantura main sabet.

Banyak sekutik di jalanan tetapi mereka menggunakan tenaga listrik jadi tidak bersuara.

Di Liuzhou jarang ditemukan jembatan penyeberangan, penggantinya cukup dengan zebra cros atau terowongan yang sudah diengkapi CCTV jadi aman lah. Tau nggak teman pencoleng disana dihukum mati seperti koruptor juga, lain di Negeri Kita ya.

Jalan tol di Guangzhou yang berbatasan dengan pemukiman penduduk dilengkapi dengan penutup yang cukup tinggi. Maksudnya bukan untuk menjaga mobil supaya tidak keluar jalur tetapi untuk meredam suara bising kendaraan supaya tidak berisik sampai pemukiman. Hebat ya sebegitu pedulinya pemerintah terhadap rakyatnya.

Untuk mengamankan kendaraannya pengguna motor menggembok kendraannya dengan gembok super gede.

Pedestrian cukup besar dan rapi, terutama di Guangzhou, berbeda dengan Jakarta, Yogyakarta, Magelang juga Tegal dan kota-kota lainnya di Indonesia  dibuatkan pedestrian malah untuk gelar  jualan kaki lima.

Inilah salah satu jalan yang ada di Liuzhou, Guangxi. Secara luas dan lebar sangat berbeda dengan di Jakarta yang jadi ibu kota. Padahal Liuzhou ini hanyalah sebagaian kecil dari provinsi GuangXi jadi seperti Cirebon atau Tegal lah. Nggak bisa dibayangan kalo di Tegal, pasti jalan luas ini sasaran untuk buat hajatan seperti nikahan , jalan utama aja sering ditutup untuk hajatan tanpa mempedulikan lalu lintas.

Batu yang tersimpan di musium  batu di Liuzhou ini berwarna ke emasan memang  terdiri dari unsur emas dan tembaga, uniknya batu ini berasal dari Indonesia yang diambil dari Tembagapura dulu masih milik Indonesia, sekarang FreePort milik USA. Batu ini hadiah persahabatan dari Presiden Soekarno kala itu untuk Presiden Zhou en-Lai.



THANKS FOR WATCHING








Tidak ada komentar:

Posting Komentar