Setiap negara
pasti memiliki ciri khas tersendiri. Mulai daerah wisata sampai dengan keadaan
lalu lintasnya. Kali ini kita akan jalan-jalan ke
kota Liuzhou dan Guangzhou di China Tiongkok.
Untuk kondisi lalu
lintas kondisi yang paling mencolok yakni posisi kemudi. Setir di sini ada di
sebelah kiri sedangkan di Indonesia di sebelah kanan. Selain itu disaat berada
di jalanan lebih banyak brand mobil lokal dibanding merek luar negeri China Tiongkok.
Nah ini bedanya di Indonesia semuanya mobil brand Luar negeri.
Bukan itu saja, kami
sempat juga merasakan moda transportasi umum yaitu kereta cepat yang konon
kabarnya akan dihadirkan di Indonesia untuk melayani jalur Jakarta-Bandung dan
sebaliknya. Naik dari selatan Guangzhou menuju Liuzhou yang berjarak 610
kilometer, ditempuh dengan waktu sekitar 4 jam 10 menit dengan kecepatan
mencapai 200 km/jam, konon dapat lebih cepat lagi tapi karena dibatasi jadi
cukup diangka tersebut. Dapat dibayangkan Jakarta-Bandung mungkin dapat
ditempuh hanya 1 jam perjalanan saja. Pasti akan mengurangi kemacetan tol
Prabalenyi ketika akhir pekan ya.
Inilah kereta peluru (karena
kecepatannya seperti peluru) atau bullet train sebagai alat transportasi.
Bagian dalamnya termasuk nyaman,
terutama ruang kaki. Maklum karena perjalanan cukup lama.
Selain itu terdapat
juga meja guna menyimpan makanan dan minuman.
Terdapat display kecepatan yang
diraih oleh kereta tersebut. Jika malam hari, sangat jarang menyentuh angka 200
km/jam. Namun di siang hari justru sangat jarang berada di bawah 205 km/jam bahkan sampai 300 km/jam, tapi di Indonesia sangat bahaya kalau relnya tidak berpagar seperti di USA , bisa nabrak kerbau dan lain lain yang suka mainan, juga anak-anak SMP yang suka photo selfi
di rel.
Sepanjang 610 km tersebut kereta berhenti di 7 stasiun yang
dilewatinya. Harga tiketnya 108,5 yuan atau setara dengan Rp 379.000.
Taman nasional Liuzhou, awalnya
berasal dari gunung batu. Namun oleh pemerintah kota dibelah dan dijadikan
tempat wisata. Ditambahkan juga danau yang cukup luas dan diberi nama mirror
lake. Masuk taman ini tidak perlu bayar nggak seperti di Indonesia
sedikit-sedikit bayar. Jika ingn jalan-jalan mengitari gunung sudah disediakan
jalan setapak dan tangga.
Selain danau ada klenteng untuk
berdoa yang nggak berdoa bisa ambil photo selfi karena klentengnya pasti
berbeda dengan yang di Indonesia dan juga aman dari pada selfi di jalur
lintasan kereta api.
Masjid tertua di Guangzhou, sangat terawat dan fenomenal, teman-teman yang beragama Islam dapat sholat di sini.
Pada setiap mobil baru, pada kaca
jendelnya selalu ditempeli kertas yang berupa informasi konsumsi bahan bakar.
Berisi tentang konsumsi dalam kota, rata-rata dan juga konstan. Data diambil
dengan menggunakan bahan bakar yang disyaratkan serta sesuai kemampuan mesin.
Kondisi lalu lintas di Lizhou
sebenarnya sama berantakannya dengan Jakarta dan kota besar lainnya di
Indonesia. Terlihat motor berada jauh didepan garis zebra cros. Sikap enggan
memberi jalan pada kendaraan lain juga sering terlihat. Juga memotong kendaraan
lain disini sudah biasa mirip di jalur pantura main sabet.
Di Liuzhou jarang ditemukan
jembatan penyeberangan, penggantinya cukup dengan zebra cros atau terowongan
yang sudah diengkapi CCTV jadi aman lah. Tau nggak teman pencoleng disana
dihukum mati seperti koruptor juga, lain di Negeri Kita ya.
Jalan tol di Guangzhou yang
berbatasan dengan pemukiman penduduk dilengkapi dengan penutup yang cukup
tinggi. Maksudnya bukan untuk menjaga mobil supaya tidak keluar jalur tetapi
untuk meredam suara bising kendaraan supaya tidak berisik sampai pemukiman. Hebat
ya sebegitu pedulinya pemerintah terhadap rakyatnya.
Pedestrian cukup besar dan rapi,
terutama di Guangzhou, berbeda dengan Jakarta, Yogyakarta, Magelang juga Tegal
dan kota-kota lainnya di Indonesia
dibuatkan pedestrian malah untuk gelar jualan kaki lima.
Inilah salah satu jalan yang ada
di Liuzhou, Guangxi. Secara luas dan lebar sangat berbeda dengan di Jakarta
yang jadi ibu kota. Padahal Liuzhou ini hanyalah sebagaian kecil dari provinsi
GuangXi jadi seperti Cirebon atau Tegal lah. Nggak bisa dibayangan kalo di
Tegal, pasti jalan luas ini sasaran untuk buat hajatan seperti nikahan , jalan
utama aja sering ditutup untuk hajatan tanpa mempedulikan lalu lintas.
Batu yang tersimpan di musium batu di Liuzhou ini berwarna ke emasan memang terdiri dari unsur
emas dan tembaga, uniknya batu ini berasal dari Indonesia yang diambil dari Tembagapura dulu masih milik Indonesia, sekarang FreePort milik USA. Batu ini hadiah
persahabatan dari Presiden Soekarno kala itu untuk Presiden Zhou en-Lai.
THANKS FOR WATCHING
Tidak ada komentar:
Posting Komentar